h1

Pohon Kehidupan: Menabung Pohon ala Pepeling

May 4, 2013

OPINI | 05 May 2013 | 00:05 Dibaca: 33   Komentar: 0   Nihil

Sejak kecil kita sudah diajarkan gemar menabung oleh orang tua kita. “Demi masa depan,” kata mereka. Kita pun rajin menginvestasikan harta, ke pundi-pundi uang, ke bank. Hingga dewasa, kita terbiasa mempersiapkan masa depan dengan menabung, untuk membiayai keperluan hidup, untuk pendidikan, kesehatan, termasuk untuk menikah. Bukan hanya untuk membiayai pernikahan, orang dewasa juga menabung untuk masa depan keluarga yang lebih baik dan sejahtera, terutama untuk generasi anak-cucu mereka kelak. Harta yang diinvestasikan pun rupa-rupa bentuknya, mulai dari uang, emas, saham, hingga pohon.

Iya, pohon. Itulah yang dilakukan oleh para pengantin di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Mereka menabung pohon dalam program Pengantin Peduli Kuningan (Pepeling) yang digiatkan oleh Pemda Kabupaten Kuningan atas kerja sama dengan Kementerian Agama Kabupaten Kuningan. Program ini dijalankan di bawah kebijakan bupati Aang Hamid Suganda periode 2003—2008 dan 2008—2013 yang berorientasi pada kabupaten konservasi.

Dalam program Pepeling ini, pengantin dapat turun langsung ke lapangan untuk menanam pohon atau secara simbolis saja memberikan bibit pohon sebanyak 5—10 batang. Bibit pohon ini dapat ditanam di lahan pribadi milik pengantin atau di lahan pemerintah, seperti hutan kota, taman konservasi, atau lahan kritis di Kabupaten Kuningan. Sebagai bukti partisipasi kepedulian pengantin terhadap kelestarian alam Kuningan, pemerintah memberikan sertifikat Pepeling kepada pengantin yang penyerahannya bersamaan dengan penyerahan buku nikah dari KUA usai akad.

13676860721760279162

Pengantin Peduli Lingkungan

Pemerintah Kuningan melalui program ini mengajak para pengantin untuk peduli pada masa depan. Bila yang dipersiapkan oleh mereka selama ini hanyalah masa depan yang berkaitan dengan kebutuhan finansial, kini masa depan yang sedang ditata adalah keselamatan bumi. Seperti halnya prinsip menabung: sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, begitu pula dengan menanam pohon. Dari setiap 5—10 batang pohon yang ditanam oleh pengantin baru di Kuningan, lama-kelamaan lahan kritis pun menjadi subur, halaman rumah menjadi hijau, udara menjadi semakin segar. Dengan begitu, kabupaten konservasi pun dapat terealisasi dan efek pemanasan global terkurangi. Semua ini demi keselamatan bumi.

Lebih jauh, filosofi pohon dapat dianalogikan dengan perjalanan hidup seseorang yang dimulai sejak ia berumah tangga. Berawal dari biji, lalu benih, hingga kemudian tumbuh menjadi pohon besar, ada proses di dalamnya yang harus diperhatikan. Pohon harus dirawat dan dipelihara, disirami dan diberi pupuk agar dapat tumbuh subur dan kokoh. Selanjutnya, pohon berbuah, dan siklus pun kembali dari awal lagi. Begitu pula dengan berumah tangga, hubungan suami-istri harus dipelihara agar tumbuh harmonis dan kuat sejak mereka berikrar setia sampai beranak-cucu, bahkan hingga ajal menjemput. Inilah esensi dari semua itu. Pohon kehidupan.

Selain Pepeling, pemerintah Kabupaten Kuningan juga menyelenggarakan program Seruling (Siswa Baru Peduli Lingkungan) dan Apel (Aparat Peduli Lingkungan). Program-program ini memberi andil bagi keberhasilan pemerintah Kabupaten Kuningan dalam meraih penghargaan Adipura pada tahun 2011. Tentu kita ingin semua itu tetap dipertahankan, bahkan diikuti oleh pemerintah-pemerintah daerah lainnya.

Tabungan Pohon

Menabung pohon sama artinya dengan menabung kehidupan. Begitu dalam maknanya dan sangat bermanfaat. Di tengah-tengah isu pemanasan global yang melanda, tak ada yang lebih berharga nilainya dari sebuah pohon. Menumbuhkan pohon sama dengan menumbuhkan harapan, menambah oksigen, menjaga keseimbangan alam. Menumbuhkan pohon berarti memelihara ekosistem, memperpanjang umur bumi, menambah kesempatan hidup manusia. Semakin panjang kesempatan hidup manusia, semakin banyak ia menabung, dan semakin banyak pula ia berbagi.

“Kami tidak menanam pohon untuk uang, tetapi kami mencari uang untuk menanam lebih banyak pohon.” -anonim

Menabung uang, menabung pohon, apalah bedanya. Keduanya sama, yaitu untuk masa depan yang lebih baik.

Sebetulnya, kesadaran lingkungan itu sendiri telah banyak dimiliki oleh masyarakat kita. Terbukti dari maraknya gerakan menanam pohon yang diusung oleh lembaga-lembaga pemerintah, swasta, maupun organisasi pendidikan dan masyarakat. Namun, tentu semua itu masih belum cukup untuk menyeimbangkan keadaan bumi kita yang sudah memanas. Program-program tersebut harus dilaksanakan secara berkesinambungan, semakin melibatkan lagi banyak pihak, dan lebih kreatif dalam penyelenggaraan.

Selain Pepeling, masih banyak program kreatif lainnya yang bisa dilaksanakan. Sebagai contoh, bagi institusi perbankan, bisa diterapkan program tabungan pohon, artinya setiap nasabah yang akan membuka rekening di bank tersebut, wajib memberikan beberapa bibit pohon untuk ditanam di lahan tertentu. Program seperti ini tampaknya akan efektif untuk menciptakan gerakan kepedulian lingkungan yang kontinu.

Terlepas dari itu, kita sendiri sebagai individu harus melakukan sesuatu. Menabung pohon tak perlu menunggu bersama-sama dalam sebuah kegiatan massal. Menabung pohon bisa dimulai dari sekarang, dari halaman rumah kita sendiri. Tak perlu langsung menanam pohon-pohon kokoh, seperti mahoni atau akasia. Cukuplah dahulu dengan yang sederhana, seperti pohon cabai atau tanaman obat. Dengan begitu, kita pun sudah melakukan kegiatan menabung pohon.

Menabung tak pernah ada ruginya. Semakin dini dilakukan, semakin cepat hasil kita dapatkan. Kalaupun kita tidak sempat menikmati hasilnya, masih ada anak-cucu kita di depan nanti. Menabung adalah untuk masa depan yang lebih baik, bukan? Masa depan adalah saat ini. Masa depan anak-cucu kita, ada pada masa depan bumi. Masa depan bumi, ada pada pohon yang kita tanam. Kitalah yang tengah mempersiapkannya.

The best time to plant a tree is twenty years ago. The second best time is now.” -anonim

Nabung pohon, yuk!

Sumber bacaan: http://jabar.kemenag.go.id, http://humaskuningan.blogspot.com


Kompasiana